Selasa, 02 April 2013

Utamakan Moral dalam Membangun Bangsa

Harian SOLOPOS (Jumat, 22 Februari 2013). Hampir setiap hari kita disuguhi dengan berita tentang korupsi, suap, narkoba, minuman keras, pelecehan seksual, perselingkuhan, prostitusi, aborsi, bentrok antar kelompok masyarakat. Negara seolah tidak berdaya mengatasi persoalan itu.


Banyak pakar menyampaikan opini mereka di surat kabar, internet, radio, dan televisi, namun tidak satupun akar permasalahan secara komprehensif. Mereka hanya menyodorkan solusi untuk mengatasi persoalan di permukaan dan bersifat parsial. Seolah mereka tidak tahu, atau tidak mau tahu kalau akar permasalahan segala macam hiruk pikuk yang terjadi di negeri ini adalah kerusakan moral.
Mereka yang korupsi, mencuri uang rakyat, sebab utamanya adalah tidak punya rasa takut kepada Allah. Seandainya mereka takut kepada Allah, maka mereka tidak akan mencurinya. Mereka yang mengkonsumsi dan memperdagangkan miras dan narkoba, sebab utamanya juga tidak takut kepada Allah. Seandainya mereka takut kepada Allah, maka mereka akan menjauhinya. Mereka yang melakukan perselingkuhan dan prostitusi, sebab utamanya sama, karena tidak takut kepada Allah. Seandainya mereka takut kepada Allah, maka mereka akan melakukan hubungan intim dengan cara yang terhormat, melalui pernikahan.
Mereka yang melakukan aborsi, sebab utamanya karena tidak takut kepada Dzat yang menghidupkan dan mematikan yakni Allah. Mereka yang melakukan bentrok antar kelompok atau ribut sengketa pilkada, sebab utamanya adalah juga karena tidak takut kepada Allah.

Karena sebab utama atau akar permasalahan yang menyebabkan berbagai macam persoalan bangsa adalah kerusakan moral, yang berupa hilangnya rasa takut kepada Allah sehingga banyak komponen bangsa ini nekat berbuat maksiat, maka solusinya adalah perbaikan kwalitas moral.
Yang terjadi selama ini ibarat memperbaiki mobil yang jalannya tersendat seharusnya karburatornya yang dibersihkan karena kotor, tetapi malah businya diganti berkali-kali.
Ada dua cara untuk memperbaiki kerusakan moral bangsa ini.

Yang pertama adalah mengadopsi jiwa dan semangat syariat Islam. Umat Islam memang tidak bisa memaksakan berlakunya syariat Islam di tengah bangsa yang plural ini. Apalagi di di kalangan awam ada rasa phobi terhadap syariat dan di kalangan pejabatpun ada rasa takut dituduh ekstrim untuk memberlakukan syariat.
Namun seandainya jiwa dan semangat syariat diadopsi ke dalam hukum positif, maka hukum positif yang diwarnai syariat itu akan memberikan efek jera kepada para penjahat. Para penjahat akan takut berbuat jahat karena resikonya berat, sehingga memilih bertobat. Mereka yang belum pernah berbuat jahat, akan takut resiko yang berat, sehingga tidak berani mencoba-coba berbuat jahat. Dalam hal ini diperlukan pemimpin yang pemberani untuk mengadopsi jiwa dan semangat syariat ke dalam hukum positif dan tulus ikhlas membebaskan bangsa ini dari kerusakan moral.

Cara yang ke dua adalah dengan menegakkan dakwah. Melalui jalan dakwah inilah umat Islam yang populasinya sekitar 88% itu difahamkan akan agama mereka sendiri, lalu mereka dihasung, didorong dan diciptakan bi’ah untuk mengamalkan tuntunan Islam dengan baik.
Karena tidak ada tuntunan Islam yang tidak baik, maka mereka yang belajar Islam dan mengamalkannya dengan sungguh–sungguh akan menjadi orang baik (berakhlak mulia). Bangsa ini akan menjadi bangsa yang berakhlak mulia bila masing-masing individunya juga berakhlak mulia. Oleh karena itu pemerintah beserta seluruh jajarannya dan masyarakat beserta seluruh komponennya hendaknya bantu membantu demi lancarnya dakwah Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun belum ada pakar yang menyuarakan cara ini di televisi, tetapi cara inilah yang dikehendaki Allah dan diterapkan dari nabi ke nabi untuk memperbaiki kerusakan moral manusia.
Mari kita mulai memperbaiki bangsa ini dari diri kita sendiri, lalu menularkannya kepada keluarga, kerabat dan sahabat dekat. Semoga virus kebaikan yang kita tularkan menjadi titik awal perbaikan moral bangsa dengan pertolongan Allah, aamiin.
Al-Ustadz Drs. Ahmad Sukina
Pimpunan Pusat Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar